Watch Culture menjelaskan Mumblecore sendiri awalnya bukan genre
film, namun rasa ingin memproduksi film sendiri atas keklisean produksi
Industri Hollywood yang anehnya kata klise tersemat cepat diera film itu
berawal (20s dan 30s).
Pada perkembangannya kini ,tema mumblecore ber tendesi pada kehidupan
membosankan dengan dialog dan alur yang tak bernaas, serta teknis dan
penggarapan yang amat minim. Ini juga sempat menyulut pikiran Saya cukup
lama “apa bener mumblecore layak untuk disebut film?”. Iya, bener gak
sih layak?” karena bagi Saya film adalah cerita kehidupan yang
representatif yang teknitif.Tanpa representasi tidaklah mungkin sebuah
film dapat dikatakan sebagai film karena ia mewakili sisi nyata
kehidupan.Contoh film yang mewakili hidup tentang ayah (father). Ayah
yang jadi waria (Lovely Man), ayah yang pengecut (Force Majeure) atau
Ayah yang Minta Pengakuan (Royal Tenenbaums).
Sedangkan dengan teknis sebuah film sudah membentuk dunianya sendiri
dengan elemen musik+plot+editing. Dunia itu jelas adalah monopoli film,
dan tidak terjadi dalam kehidupan nyata. Dimensinya berbeda. “we cannot
skip our life right?”
Lantas bagaimana dengan mumblecore yang jauh sekali dari representasi teknitif diatas. Bingung.
-———-
POINTLESS CHARACTÉR BUT HIGH BUZZ
Ada point sakral didalamnya.Film biasanya memilih tendensinya masing
masing, ada yang storysentris , karaktersentris dan ada yang kedua
duanya. Bahkan karaktersentris menjelma menjadi ‘studi karakter’ yang
logis. Logis dalam arti si karakter bertindak dengan tepat. Daniel
Plainview (There Will Be Blood) tak mungkin meratap ratap saat anaknya
meminta mendirikan kerajaan Bisnis minyak sendiri.Si Kharismatik Jesse
James (Assasination Of Jesse James By The Coward Robert Ford) tak
mungkin mengangkat tangan dan lari terbirit birit saat Robert Ford
menodongkan pistol. Itu.
Mumblecore tidak mengambil mengambil dua atau tiga ~sentris diatas.
Sudah bukan rahasia lagi kalau mayoritas mumblecore saat ini bukan
berisi karakter, namun sekumpulan orang (*bukan karakter) yang bertemu
dan bercakap cakap dan dialognya nyaris amat *pointless.Coba ingat Sunhi
(Our Sunhi) mahasiswi yang hendak terbang melanjutkan studi film di
Amerika, namun sepanjang cerita bercakap cakap dengan teman lamanya yang
pemabuk dan dosennya yang ternyata menyimpan rasa cinta padanya.
Our Sunhi tidak mengkarakterkan Sunhi (Mengacu pada judul dan
identitasnya)pada kepintarannya sebagai mahasiswi luar negeri atau
kecantikannya yang biasanya menjadi daya jual oleh sutradara, melainkan
diary pribadi sunhi karena kebodohan kebodohannya yang masih mau
berjumpa dengan mereka bahkan tidur dengan pria pemabuk saat dia mau
terbang. End. And nothing happened. What’s that?
Namun anehnya Our Sunhi sudah memiliki buzz kuat dan fans fanatik.
Bahkan media online gempur gempuran dengan tajuk tajuk berlebihan
sebelum perilisannya “never coming to a cinema near you" / “beautiful
but slightly strange” / bahkan indiewire memasukkannya dalam “most
anticipated” / “a modern Korea cinema”. What happened?
Karakter ‘tak unik dan tak utuh’ bisa jadi itulah komoditas Our
Sunhi dan mumblecore kebanyakan. Entah benar atau tidak, buat saya
mumblecore menawarkan re-visualisasi banal tipikal manusia yang tidak
sepenuhnya diterima didalam kehidupan nyata dan ditampilkan kembali
dalam layar lebar.Ditambah dengan banal situation melenyapkan Sunhi
dalam arah yang tak tentu.
Sangat menarik bahwa genre film ada yang mengupas keajegan dan ketidakunikan karakter.
Benarkah demikian ? Contoh lagi.
Begini. Ini “slice of sight”ku pada contoh film In Another Country. Saya memilih karakter Anne di In Another Country.Ingat gak? Itu loh bule yang kabur ke negara lain,bule yang diam diam selingkuh, bule yang suka mengembik pada kambing ,bule yang suka bingung diperempatan jalan bahkan bule yang menanya nanya Tuhan dan Seks pada biksu yang notabene orang suci . Pertanyaannya adalah inikah karakter?
Begini. Ini “slice of sight”ku pada contoh film In Another Country. Saya memilih karakter Anne di In Another Country.Ingat gak? Itu loh bule yang kabur ke negara lain,bule yang diam diam selingkuh, bule yang suka mengembik pada kambing ,bule yang suka bingung diperempatan jalan bahkan bule yang menanya nanya Tuhan dan Seks pada biksu yang notabene orang suci . Pertanyaannya adalah inikah karakter?
Atau coba ingat karakter Aura (Lena Dunham) pada Tiny Furniture
dengan line reading tak terlupakan darinya “It’s Very Very hard time for
me…and you would have to know” yang terdengar manja dan egois dan gak
*hugable namun juga bentuk penyuaraan Lena Dunham pada kecemburuan atas
kekuasaan dan kesuksesan yang dimonopoli óleh ibunya.
Anne, Laura dan Sunhi berada dálam situasi yang sama. banalitas. Atau
orang Madura bilang *keajegan. Banalitaslah yang menjadikan tiga
karakter ini tidak mendapat apa yang diimpikannya.Anne tidak mendapatkan
kebahagian yang ia kira ia bisa dapatkan di negeri asing, Laura tidak
dapat sesukses ibunya dan ia sama dengan Sunhi jatuh dalam pelukan laki
laki didalam kamar.
Jika demikián,Karakter Tak Utuh Didalam Banalitas merupakan suara
dari arus genre mumblecore.Ia tidak dalam satu negara saja.Arus Amerika
Serikat dan Korea Selatan menyebarkannya. Dua negara ini adalah yang
sangat kuat. Sedangkan Eropa memediakan arus ini dalam bentuk buzz dan
festival. Indonesia sendiri belum memperlihatkan kelompok yang
konsentrasi dalam genre ini. Pun ada juga “Rocket Rain” anggun Priambodo
yang sudah memulainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar